Hukum Pemilu Legislatif dan Presiden
Tidak lama lagi, Indonesia kembali akan menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) 2009. Pemilu kali ini selain untuk memilih anggota legislatif, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat dan Daerah, serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD); juga memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan anggota legislatif akan diselenggarakan pada 9 April 2009. Sedang pemilihan presiden akan diselenggarakan pada awal Juli 2009 untuk putaran pertama, dan pertengahan September 2009 untuk putaran kedua.
Di tingkat pusat, pemilu akan memilih anggota DPR dan DPD di mana keduanya akan secara bersama membentuk MPR. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 3 hasil amandemen ditetapkan bahwa wewenang MPR adalah mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, melantik Presiden dan Wakil Presiden, dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar. Tentang kewenangan DPR, pada Pasal 11 ayat 2 disebutkan DPR melakukan persetujuan bersama Presiden dalam membuat perjanjian internasional, keuangan negara, dan perubahan atau pembentukan undang-undang. DPR membahas setiap rancangan undang-undang untuk mendapat persetujuan bersama pemerintah (Pasal 20). Jadi, DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan; memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat; hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20A).
Dengan demikian, anggota legislatif memiliki tiga fungsi pokok, yaitu (1) fungsi legislasi untuk membuat UUD dan UU, (2) melantik presiden/wakil presiden, dan (3) fungsi pengawasan, atau koreksi dan kontrol terhadap pemerintah. Sedangkan tugas Presiden, secara umum adalah melaksanakan Undang-Undang Dasar, menjalankan segala undang-undang dan peraturan yang dibuat. Berdasarkan fakta ini, hukum tentang pemilu di Indonesia bisa dipilah menjadi dua, yaitu pemilu legislatif dan pemilu presiden.
Pemilu legislatif pada dasarnya bisa disamakan dengan hukum wakalah, yang hukum asalnya adalah mubah (boleh), berdasarkan hadits Nabi:
«وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: اَرَدْتُ الْخُرُوْجَ اِلىَ خَيْبَرَ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: إِذَا أَتَيْتَ وَكِيْلِيْ بِخَيْبَرَ فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسَقًا» (رواه ابو داود و صححه).
Dari jabir bin Abdillah radliyallâhu ‘anhumâ, dia berkata: Aku hendak berangkat ke Khaibar, lantas aku menemui Nabi SAW. Seraya beliau bersabda: “Jika engkau menemui wakilku di Khaibar maka ambillah olehmu darinya lima belas wasaq” (HR. Abu Dawud yang menurutnya shahih).
Selain itu, dalam Bai’atul ‘Aqabah II, Rasulullah SAW meminta 12 orang sebagai wakil dari 75 orang Madinah yang menghadap beliau saat itu yang dipilih oleh mereka sendiri.
Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa hukum asal wakalah adalah mubah, selama rukun-rukunnya sesuai dengan syariah Islam. Rukun wakalah terdiri dari: Dua pihak yang berakad yaitu, pihak yang mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakîl); perkara yang diwakilkan atau amal yang akan dilakukan oleh wakil atas perintah muwakkil; dan redaksi akad perwakilannya (shigat taukîl).
Bila semua rukun tersebut terpenuhi, maka yang menentukan apakah wakalah itu Islami atau tidak adalah amal atau kegiatan yang akan dilakukan oleh wakil. Dalam konteks anggota legislatif, wakil rakyat di parlemen akan menjalankan tiga fungsi pokok, yaitu (1) fungsi legislasi untuk membuat UUD dan UU, (2) melantik presiden/wakil presiden, dan (3) fungsi pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah. Melihat fungsi-fungsi tersebut, hukum wakalah terhadap ketiganya tentu berbeda. Wakalah untuk membuat perundang-undangan sekular dan wakalah untuk melantik presiden/wakil presiden yang akan menjalankan sistem sekular tentu berbeda hukumnya dengan wakalah untuk melakukan pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah.
Berkaitan dengan fungsi legislasi, harus diingatkan bahwa setiap muslim yang beriman kepada Allah SWT, wajib taat kepada syariah Islam yang bersumber dari al-Quran dan As-Sunnah, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim kecuali menerapkan hukum syariah Allah SWT. Allah SWT telah menegaskan,
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ
Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. (TQS. Yusuf [12]: 40)
Allah Swt juga menyatakan bahwa konsekuensi iman adalah dengan taat pada syariat-Nya,
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيماً
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (TQS. an-Nisa [4]: 65)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata (TQS. Al Ahzab[33]: 36).
Tidak boleh seorang muslim mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah atau menghalalkan apa yang telah diharamkan-Nya. Tentang hal ini, At-Tirmidzi, dalam kitab Sunan-nya, telah mengeluarkan hadits dari ’Adi bin Hatim –radhiya-Llahu ’anhu— berkata: ’Saya mendatangi Nabi saw. ketika baginda sedang membaca surat Bara’ah:
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ
”Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putera Maryam.” (TQS. At-Taubah [9]: 31)
Seraya bersabda: ’Mereka memang tidak beribadah kepadanya, tetapi jika mereka menghalalkan sesuatu untuknya, mereka pun menghalalkannya; jika mereka mengharamkan sesuatu untuknya, maka mereka pun mengharamkannya.”
Karena itu, menetapkan hukum yang tidak bersumber dari al-Quran dan As-Sunnah adalah perbuatan yang bertentangan dengan akidah Islam. Bahkan dapat dikategorikan perbuatan menyekutukan Allah SWT. Seorang muslim wajib terikat kepada syariah Allah, wajib mengambil hukum dari wahyu Allah semata, dan menolak undang-undang atau peraturan buatan manusia yang bertentangan dengan hukum Allah SWT. Dengan demikian, wakalah dalam fungsi legislasi yang akan menghasilkan hukum atau peraturan perundangan sekular atau yang bertentangan dengan syariah Islam tidak diperbolehkan, karena hal tersebut merupakan aktivitas yang bertentangan dengan akidah Islam.
Wakalah untuk melantik presiden/wakil presiden juga tidak diperbolehkan, karena wakalah ini akan menjadi sarana untuk melaksanakan keharaman, yakni pelaksanaan hukum atau peraturan perundangan sekular yang bertentangan dengan syariat Islam oleh presiden/wakil presiden yang dilantik tersebut. Larangan ini berdasar pada kaedah syara’ yang menyatakan:
(اَلْوَسِيْلَةُ اِلَى الْحَرَامِ حَرَامٌ)
“Wasilah (perantaraan) yang pasti menghantarkan kepada perbuatan haram adalah juga haram”
Adapun wakalah dalam konteks pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah dibolehkan, selama tujuannya adalah untuk amar makruf dan nahi mungkar (menegakkan kemakrufan dan mencegah kemunkaran). Wakalah dalam konteks ini merupakan wakalah untuk melaksanakan perkara yang dibenarkan oleh syariat Islam. Maka, pencalonan anggota legislatif dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan tadi dibolehkan sepanjang memenuhi syarat-syarat syar’iy. Bukan dibolehkan secara mutlak. Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Harus menjadi calon dari partai Islam, bukan dari partai sekular. Dan dalam proses pemilihan tidak menempuh cara-cara haram seperti penipuan, pemalsuan dan penyuapan, serta tidak bersekutu dengan orang-orang sekular.
2. Harus menyuarakan secara terbuka tujuan dari pencalonan itu, yaitu untuk menegakkan sistem Islam, mengubah sistem sekular menjadi sistem Islam, melawan dominasi asing dan membebaskan negeri ini dari pengaruh asing. Dengan kata lain, calon wakil rakyat itu menjadikan parlemen sebagai mimbar (sarana) dakwah Islam, yakni menegakkan sistem Islam, menghentikan sistem sekular dan mengoreksi penguasa.
3. Dalam kampanyenya harus menyampaikan ide-ide dan program-program yang bersumber dari ajaran Islam.
4. Harus konsisten melaksanakan poin-poin di atas
Ini berkaitan dengan hukum pemilu legislatif yang berbeda dengan pemilu presiden. Jika dalam pemilu legislatif bisa disamakan dengan hukum wakalah, lain halnya dengan pemilu presiden. Status presiden dan wakil presiden bukanlah wakil rakyat, sehingga kepadanya tidak bisa diberlakukan fakta wakalah. Dalam hal ini lebih tepat dikaitkan dengan fakta akad pengangkatan kepala negara (nashb al-ra’is) yang hukumnya terkait dengan dua hal, yaitu person dan sistem.
Terkait dengan person, Islam menetapkan bahwa seorang kepala negara harus memenuhi syarat-syarat in’iqad, yaitu sejumlah keadaan yang akan menentukan sah dan tidaknya seseorang menjadi kepala negara. Syarat-syarat itu adalah (1) Muslim; (2) Baligh; (3) Berakal; (4) Laki-laki; (5) Merdeka; (6) Adil atau tidak fasik; dan (7) Mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai kepala negara. Tidak terpenuhinya salah satu saja dari syarat-syarat di atas, cukup membuat pengangkatan seseorang menjadi kepala negara menjadi tidak sah.
Adapun tentang sistem, harus ditegaskan bahwa siapapun yang terpilih menjadi kepala negara wajib menerapkan sistem Islam. Ini adalah konsekuensi dari akidah seorang kepala negara yang muslim. Tambahan lagi, dalam Islam, memang tugas utama kepala negara adalah untuk menjalankan syariah Islam dan memimpin rakyat dan negaranya dengan sistem Islam. Hanya dengan cara itu saja segala tujuan mulia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan tercapai. Memimpin dengan sistem selain Islam tidak akan menghasilkan kebaikan, tapi justru menghasilkan kerusakan dan bencana. Maka, tidak boleh hukumnya memilih presiden yang akan menjalankan sistem sekular. Siapa saja yang memimpin tidak dengan sistem Islam, oleh Allah SWT disebut sebagai fasik dan dzalim; bahkan bila secara i’tiqadi dengan tegas menolak syariat Islam, dinyatakan sebagai kafir. Allah SWT berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Dan, siapa saja yang tidak berhukum berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (TQS. al-Maidah [5]: 44)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Dan, siapa saja yang tidak berhukum berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang dzalim.” (TQS. al-Maidah [5]: 45)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan, siapa saja yang tidak berhukum berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang fasik.” (TQS. al-Maidah [5]: 47)
Wahai kaum muslimin:
Maka, sikap yang semestinya harus ditunjukkan oleh setiap muslim dalam menghadapi pemilu ini adalah:
1. Tidak memilih calon yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan di atas. Tidak mendukung usahanya, termasuk tidak mendukung kampanyenya dan mengucapkan selamat saat yang bersangkutan berhasil memenangkan pemilihan.
2. Melaksanakan syariat Islam secara utuh dan menyeluruh dengan konsisten. Serta berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mengubah sistem sekular ini menjadi sistem Islam melalui perjuangan yang dilakukan sesuai dengan thariqah dakwah Rasulullah saw melalui pergulatan pemikiran (as-shirâul fikriy) dan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsi). Perjuangannya itu diwujudkan dengan mendukung individu, kelompok, jamaah, dan partai politik yang secara nyata dan konsisten berjuang demi tegaknya syariah dan khilafah; serta sebaliknya menjauhi individu, kelompok, jamaah dan partai politik yang justru berjuang untuk mengokohkan sistem sekular.
3. Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan kritik dan koreksi terhadap para penguasa atas setiap aktivitas dan kebijakan mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam. Tidak terpengaruh oleh propaganda yang menyatakan bahwa mengubah sistem sekular dan mewujudkan sistem Islam mustahil dilakukan. Tidak boleh ada rasa putus asa dalam perjuangan. Dengan pertolongan Allah, insya Allah perubahan ke arah Islam bisa dilakukan asal perjuangan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Yakinlah, Allah SWT pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya, khususnya dalam usaha mewujudkan tegaknya kembali khilafah guna melanjutkan kembali kehidupan Islam (isti’nâfu al-hayah al- Islâmiyah). Yaitu kehidupan yang di dalamnya diterapkan syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia dengan kepemimpinan seorang khalifah yang akan menyatukan umat dan negeri-negeri Islam untuk kembali menjadi umat terbaik serta memenangkan Islam di atas semua agama dan ideologi yang ada. Kesatuan umat itulah satu-satunya yang akan melahirkan kekuatan, dan dengan kekuatan itu kerahmatan (Islam) akan terwujud di muka bumi. Dengan kekuatan itu pula kemuliaan Islam dan keutuhan wilayah negeri-negeri muslim bisa dijaga dari penindasan dan penjajahan negeri-negeri kafir sebagaimana yang terjadi di Irak dan Afghanistan.
4. Memilih kepala negara yang mampu menjamin negeri ini tetap independen (merdeka) dari cengkraman penjajah. Dengan kata lain, memilih kepala negara yang mampu mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya, bukan malah sebaliknya membiarkan negeri ini dalam cengkeraman dan dominasi kekuatan asing di segala bidang. Juga harus mampu meletakkan keamanan negeri ini semata di tangan umat Islam, bukan di tangan warga negara asing. Tidak membiarkan pengaruh negara penjajah ke dalam institusi tentara dan polisi, apalagi mengijinkan negara asing membuat pangkalan militer di wilayah negeri ini. Sesungguhnya Allah SWT melarang muslim tunduk pada kekuatan kafir.
وَلَن يَجْعَلَ اللّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin (TQS. An-Nisa[4]: 141).
Akhirnya, semua berpulang kepada umat Islam, apakah akan membiarkan negeri ini terus dipimpin oleh penguasa dzalim dengan sistem sekular dan mengabaikan syariah Islam yang membuat negeri ini terus terpuruk; ataukah sebaliknya memilih pemimpin yang amanah dan menegakkan syariat Islam sehingga kedamaian, kesejahteraan, dan keadilan benar-benar akan terwujud. Begitu juga, semua berpulang kepada umat Islam, apakah akan membiarkan negeri-negeri muslim tetap tercerai-berai seperti sekarang dan tenggelam dalam kehinaan; atau sebaliknya berusaha keras agar bisa menyatu sehingga izzul Islam wal muslimin juga benar-benar terwujud
Karena itu, umat Islam di Indonesia sebagai pemegang kekuasaan hendaknya memperhatikan momentum pemilu ini. Bahwa Pemilu ini tidak boleh menjadi alat untuk melanggengkan sistem sekular. Umat Islam harus berusaha untuk menegakkan sistem Islam dan menghentikan sistem sekular, serta berusaha mewujudkan seorang kepala negara yang mempunyai syarat dan ketentuan Islam sebagaimana dijelaskan di atas, yang akan menegakkan sistem Islam dan menyatukan negeri-negeri di bawah naungan khilafah.
Wahai umat Islam, inilah saatnya, ambillah langkah yang benar! Salah mengambil langkah berarti turut melanggengkan kemaksiatan. Marilah kita renungkan firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَجِيبُواْ لِلّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُم لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya; dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (TQS. Al-Anfal [8]: 24)
19 Rabi’ul Awwal 1430 H/16 Maret 2009
Hizbut Tahrir Indonesia
Senin, 23 Maret 2009
Jumat, 20 Maret 2009
Demokrasi yang terluka
Reformasi sudah berjalan sepuluh tahun kondisi kehidupan rakyat belum juga membaik. Angka kemiskinan masih juga tinggi. Menurut data BPS, angka kemiskinan pada Maret 2008 sebesar 34,97 juta jiwa. Reformasi yang diduga bisa membawa perubahan mendasar dan luas pada kehidupan negeri ini ternyata juga tidak bisa membuahkan hasil yang diharapkan. Hal itu karena reformasi tidak dimaksudkan bagi terjadinya perubahan fundamental, maka keadaan pasca reformasi juga tidak banyak mengalami perubahan. sebelum reformasi, tatanan negeri ini bersifat sekularistik, setelah reformasi juga masih tetap sekular. Reformasi yang sudah berjalan sepuluh tahun telah berhasil menjadikan negeri ini makin demokratis. Bahkan sekarang negeri ini dianggap sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia –setelah AS dan India-. Meski demikian, nyatanya proses demokrasi yang makin demokratis itu tidak korelatif dengan peningkatan kesejahteraan dan kehidupan rakyat yang baik. Padahal demokrasi dan proses demokratisasi dianggap menawarkan perubahan kehidupan rakyat menjadi lebih baik. Di tengah euforia proses demokrasi (Pemilu ), perubahan kembali digantungkan pada proses demokrasi. Hampir semua partai politik peserta Pemilu 2009 menjanjikan perubahan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia. Hal ini tergambar saat deklarasi kampanye damai yang diselenggarakan KPU di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ), Senin (16/3). Rakyat akan disuguhi berbagai janji-janji dan mimpi tentang perubahan dengan berbagai macam redaksi dan visualisasi. Apakah benar Pemilu yang kesepuluh kalinya ini akan benar-benar bisa mewujudkan perubahan? Benarkah demokrasi (dengan Pemilunya) bisa menjadi jalan perubahan?
Sistem dan aturan penentuan dalam demokrasi diserahkan pada selera akal manusia, sementara selera akal selalu berubah dari waktu ke waktu. akal senantiasa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kepentingan. Artinya, perubahan yang ditawarkan oleh demokrasi itu akan dipengaruhi bahkan ditentukan oleh kepentingan pihak-pihak yang mendominasi proses demokrasilah yang akan menentukan perubahan yang terjadi. Melalui demokrasi perwakilan, suara ratusan ribu rakyat diasumsikan terwakili oleh satu orang wakil. Pada faktanya suara wakil itu lebih mencerminkan suara dan kepentingannya sendiri. Bahkan fakta menunjukkan lebih sering justru kepentingan pihak lainlah yang lebih menonjol, selain suara dan kepentingan wakil rakyat itu sendiri dan kelompoknya. Demokrasi dalam prosesnya membutuhkan biaya mahal. Di sinilah peran para pemodal yang berinvestasi melalui proses demokrasi menjadi sangat menonjol dan menentukan. Dengan demikian kepentingan para pemodal demokrasi itulah yang menjadi penentu arah perubahan yang terjadi. Jadi demokrasi memang menjadikan perubahan tetapi bukan perubahan yang memihak kepentingan rakyat, tetapi memihak kepentingan aktor-aktor demokrasi dan para pemodal mereka.
Demokrasi adalah sistem buatan manusia yang tentu saja lemah dan serba kekurangan serta tidak bisa melepaskan diri dari kepentingan. Lebih dari itu, demokrasi sebagai sebuah sistem bertentangan dengan Islam, karena inti dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Makna praktis dari kedaulatan ada hak membuat hukum. Itu artinya demokrasi menjadikan rakyat ( wakil-wakil rakyat) sebagai pembuat hukum. Sebaliknya, dalam Islam membuat dan menentukan hukum itu adalah hak Allah SWT. hanya sistem Islamlah yang bisa menjamin terwujudnya perubahan dan kehidupan yang baik yang diridhai oleh Alllah SWT. Sistem Islam datang dari Pencipta manusia yang paling mengetahui hakikat manusia, jalan perubahan itu adalah dengan menerapkan Islam sebagai sebuah sistem secara menyeluruh, yakni dengan perjuangan mewujudkan penerapan Islam secara menyeluruh. Penerapan. Islam secara menyeluruh rasanya mustahil bisa diwujudkan melalui demokrasi. Karena sebagai sebuah sistem, demokrasi yang dibangun di atas akidah sekularisme tentu tidak akan mentoleransi masuknya agama (Islam) dalam pengaturan hidup bermasyarakat. Dari Fakta yang terjadi di negeri-negeri Islam selama ini sudah menegaskan hal itu. Karena itu, tidak sepantasnya kita masih menaruh harapan pada demokrasi. Untuk mewujudkan perubahan hakiki, yaitu untuk mewujudkan penerapan Islam secara menyeluruh, hanya bisa dilakukan melalui metode dakwah Rasulullah saw. Keberhasilan Rasul bersama para sahabat mewujudkan perubahan hakiki dengan menerapkan Islam secara menyeluruh yang berawal dari Madinah lalu menyebarkan perubahan ke negeri-negeri lainnya cukuplah menjadi bukti.
Sistem dan aturan penentuan dalam demokrasi diserahkan pada selera akal manusia, sementara selera akal selalu berubah dari waktu ke waktu. akal senantiasa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kepentingan. Artinya, perubahan yang ditawarkan oleh demokrasi itu akan dipengaruhi bahkan ditentukan oleh kepentingan pihak-pihak yang mendominasi proses demokrasilah yang akan menentukan perubahan yang terjadi. Melalui demokrasi perwakilan, suara ratusan ribu rakyat diasumsikan terwakili oleh satu orang wakil. Pada faktanya suara wakil itu lebih mencerminkan suara dan kepentingannya sendiri. Bahkan fakta menunjukkan lebih sering justru kepentingan pihak lainlah yang lebih menonjol, selain suara dan kepentingan wakil rakyat itu sendiri dan kelompoknya. Demokrasi dalam prosesnya membutuhkan biaya mahal. Di sinilah peran para pemodal yang berinvestasi melalui proses demokrasi menjadi sangat menonjol dan menentukan. Dengan demikian kepentingan para pemodal demokrasi itulah yang menjadi penentu arah perubahan yang terjadi. Jadi demokrasi memang menjadikan perubahan tetapi bukan perubahan yang memihak kepentingan rakyat, tetapi memihak kepentingan aktor-aktor demokrasi dan para pemodal mereka.
Demokrasi adalah sistem buatan manusia yang tentu saja lemah dan serba kekurangan serta tidak bisa melepaskan diri dari kepentingan. Lebih dari itu, demokrasi sebagai sebuah sistem bertentangan dengan Islam, karena inti dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Makna praktis dari kedaulatan ada hak membuat hukum. Itu artinya demokrasi menjadikan rakyat ( wakil-wakil rakyat) sebagai pembuat hukum. Sebaliknya, dalam Islam membuat dan menentukan hukum itu adalah hak Allah SWT. hanya sistem Islamlah yang bisa menjamin terwujudnya perubahan dan kehidupan yang baik yang diridhai oleh Alllah SWT. Sistem Islam datang dari Pencipta manusia yang paling mengetahui hakikat manusia, jalan perubahan itu adalah dengan menerapkan Islam sebagai sebuah sistem secara menyeluruh, yakni dengan perjuangan mewujudkan penerapan Islam secara menyeluruh. Penerapan. Islam secara menyeluruh rasanya mustahil bisa diwujudkan melalui demokrasi. Karena sebagai sebuah sistem, demokrasi yang dibangun di atas akidah sekularisme tentu tidak akan mentoleransi masuknya agama (Islam) dalam pengaturan hidup bermasyarakat. Dari Fakta yang terjadi di negeri-negeri Islam selama ini sudah menegaskan hal itu. Karena itu, tidak sepantasnya kita masih menaruh harapan pada demokrasi. Untuk mewujudkan perubahan hakiki, yaitu untuk mewujudkan penerapan Islam secara menyeluruh, hanya bisa dilakukan melalui metode dakwah Rasulullah saw. Keberhasilan Rasul bersama para sahabat mewujudkan perubahan hakiki dengan menerapkan Islam secara menyeluruh yang berawal dari Madinah lalu menyebarkan perubahan ke negeri-negeri lainnya cukuplah menjadi bukti.
Kamis, 19 Maret 2009
SENAYAN YANG MENJANJIKAN
Kampanye terbuka pemilu legislatif 2009 sudah dimulai sejak 16 maret kemarin. Memasuki kampanye tersebut di berbagai daerah seperti di Ternate Maluku utara sebagaimana yang diberitakan (republika,17/3/09) banyak bermuculan penyedia peserta kampanye dengan upah Rp.50.000 per orang per hari. Bahkan hingga lebih dari Rp.50.000 perorang perhari serta menyediakan kaos dan uang makan.
Munculnya penyedia peserta kampanye tersebut berkaitan dengan banyaknya parpol yang melakukan kampaye terbuka, namun terdapat parpol yang kesulitan mencari masa untuk mengikuti atau dilibatkan dalam kampanye yang pada akhirnya diharapkan mendukung partai tersebut, oleh karena itu salah satu solusinya adalah dengan cara mencari orang dari penyedia peserta kampanye.
Berbicara dana terkait kampanye terbuka ini, sejumlah calon anggota legeslatif untuk DPR mengaku sudah mengeluarkan dana kampanye ratusan hingga milliaran rupiah. Baik itu dirogoh dari kantong pribadi masing-masing Caleg maupun yang diperoleh dari sumbangan Yang sebagian besar digunakan untuk pembelian atribut dan operasional kampanye, sebagaimana diungkap oleh Nur kholisoh salah satu caleg dari salah satu partai besar jum’at (13/3) bahkan beberapa parpol juga telah menerima sumbangan dari berbagai pihak hingga ratusan juta rupiah, mulai dari kain bahan atribut hingga diskon stiker.
Perubahan cara penetapan caleg terpilih tidak diikuti dengan perubahan cara pelaporan dana kampanye. Meskipun para caleg DPR/DPRD menghabiskan dana cukup besar, tidak ada mekanisme yang mewajibkan mereka melaporkan dana kampanye ke KPU. Kewajiban tersebut hanya dibebankan kepada parpol dan calon anggota DPD sebagai peserta pemilu. Sistem penentuan caleg terpilih dengan suara terbanyak membuatnya harus bertarung deras dengan caleg lain karena nomor urutnya tidak berguna lagi. Sebanyak 38 partai politk plus enam partai Aceh bersaing merebut hati rakyat. Tak heran jika mereka rela mengeluarkan dana habis-habisan demi dikenal dan dipilih rakyat.
Sudah barang tentu dari segi pendanaan alias permodalan, peluang yang cukup besar bagi para pengusaha untuk ikut serta dalam kancah perpolitikan saat ini, terutama menjadi seorang caleg. Kesempatan yang amat luas bagi para pengusaha tepatnya pebisnis untuk melirik dan membuka peluang bisnis di kursi legeslatif. Hal ini bisa dibuktikan dengan menjamurnya caleg-caleg dari para pengusaha di pemilu 2009 ini. Mulai dari pengusaha butik hingga usaha di bidang teknologi informasi berbondong-bondong “melirik senayan”.
Lantas mengapa para pengusaha tersebut beramai-ramai berputar haluan ke senayan? Apakah senayan dianggap sebagai ladang yang menjanjikan keuntungan bisnis bagi para pengusaha?. Dari beberapa pernyataan para pengusaha tersebut, ternyata mereka memiliki berbagai keiginan yang masing-masing memiliki tujuan yang berbeda pula. Selain ingin memperbaiki kondisi bangsa, ternyata adapula pengusaha yang hijrah ke dunia politik karena sedang mencoba peruntungan baru di sana, seperti mencari kekuasaan, sebab bisnis bisa nyungsep jika tidak ditopang tangan kekuasaan, ungkap Tan fu yong, salah satu caleg yang berlatar belakang pengusaha. Selain itu, ada pula yang ingin menurunkan pajak, karena selama ini pemerintah mengenakan pajak yang tinggi pada usaha mereka. Bahkan adapula yang ingin memperluas jaringan bisnisnya, karena selama ini antara ekonomi dan politik saling bertaut. Kuat secara politk maka kuat pula secara bisnis.
Sepertinya memang politik saat ini tidak bisa terlepas dari yang namanya “uang”. Sehingga tidak bisa disalahkan jika politik saat ini disebut “money Politik” alias politik uang. Karena tisdak ada salah satu aktivitasnya yang tidak memerankan uang. Para pemilik dana/ modal-lah yang merajai “kekaisaran politik” saat ini. Sudah barang tentu hal ini bukan sesuatu yang aneh ketika hidup dalam penerapan sistem kapitalis, para kapitalis-lah yag sangat mendominasi. Siapa yang kuat dalam “modal” alias uang, maka ia-lah yang berkuasa.
Lantas, bagaimana nasib negeri ini jika realita pemilihan wakil rakyat seperti itu? Apakah untuk mencari dukungan rakyat, sebuah parpol cukup hanya dengan penyedia peserta kampanye dengan upah Rp.50.000 atau hanya sebuah kaos dan stiker? Apakah hanya dengan cara itu hati rakyat bisa terikat? Apakah semua dana yang dikeluarkan hingga milliaran rupiah dari para caleg itu “ikhlas” begitu saja mereka berikan atau malah ada maksud “besar” dibalik semua itu? Apakah dengan caleg-caleg dari pengusaha lantas bisa memakmurkan rakyat? Jawabannya tentu TIDAK!
Rakyat yang sudah cerdas politik sebenarnya sudah “sangat bosan” dengan “umbu-bumbu pemanis dan penyedap” ini. Karena tiap kali akan pemilu, hal serupa selalu saja menjadi pemandangan yang menghiasi. Janji-janji politik hingga “bagi-bagi” uang selalu saja disodorkan oleh para peserta pemilu untuk menggaet hati rakyat agar memilih caleg dari partainya. Dana yang keluar baik dari kocek pribadi maupun dari berbagai sumbangan bukanlah wujud dari kemurahan hati dari para caleg, namun merupakan salah satu modal bisnis mereka di kancah politik. Bagi seorang pebisnis, apapun yang keluar darinya mesti menguntungkn bisnisnya. Sudah barang tentu akan ada kompensasi politik jika ia terpilih.
Alih-alih memakmurkan rakyat, untuk sekedar memikirkan saja mungkin belum tentu mereka sempat. Yang ada malah memikirkan bagaimana meraup sebesar-besarnya dari peluang bisnis barunya ini. Bukan berarti ketika para pengusaha duduk di legeslatif lantas rakyat akan sejahtera. Tolak ukur atau indicator keberhasilan wakil rakyat bisa menyuarakan kepentingan rakyat yang pada akhirnya bisa merubah kehidupan rakyat menjadi sejahtera bukanlah dilihat apakah wakil rakyat berasal dari para pengusaha, akan tetapi dilihat dari berhasil atau tidaknya mereka mengurusi urusan rakyat.
Islam memandang bahwa parpol merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai, cita-cita dan tujuan yang sama dalam mengurusi urusan rakyat.. bukan untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka sebagaimana parpol pada era sekarang ini. Parpol yang sesungguhnya adalah parpol yang terus-menerus melakukan pembinaan kepada para anggotanya sehingga memiliki pemikiran, perasaan, pendapat dan keyakinan yang sama, sehingga orientasi, nilai, cita-cita dan tujuannya pun sama. Mereka menjadi SDM yang siap untuk menerapkan syari’ah islam. Pada saat yang sama, ikatan yang menyatukan mereka bukan kepentingan atau uang, melainkan akidah islamiyah.
Munculnya penyedia peserta kampanye tersebut berkaitan dengan banyaknya parpol yang melakukan kampaye terbuka, namun terdapat parpol yang kesulitan mencari masa untuk mengikuti atau dilibatkan dalam kampanye yang pada akhirnya diharapkan mendukung partai tersebut, oleh karena itu salah satu solusinya adalah dengan cara mencari orang dari penyedia peserta kampanye.
Berbicara dana terkait kampanye terbuka ini, sejumlah calon anggota legeslatif untuk DPR mengaku sudah mengeluarkan dana kampanye ratusan hingga milliaran rupiah. Baik itu dirogoh dari kantong pribadi masing-masing Caleg maupun yang diperoleh dari sumbangan Yang sebagian besar digunakan untuk pembelian atribut dan operasional kampanye, sebagaimana diungkap oleh Nur kholisoh salah satu caleg dari salah satu partai besar jum’at (13/3) bahkan beberapa parpol juga telah menerima sumbangan dari berbagai pihak hingga ratusan juta rupiah, mulai dari kain bahan atribut hingga diskon stiker.
Perubahan cara penetapan caleg terpilih tidak diikuti dengan perubahan cara pelaporan dana kampanye. Meskipun para caleg DPR/DPRD menghabiskan dana cukup besar, tidak ada mekanisme yang mewajibkan mereka melaporkan dana kampanye ke KPU. Kewajiban tersebut hanya dibebankan kepada parpol dan calon anggota DPD sebagai peserta pemilu. Sistem penentuan caleg terpilih dengan suara terbanyak membuatnya harus bertarung deras dengan caleg lain karena nomor urutnya tidak berguna lagi. Sebanyak 38 partai politk plus enam partai Aceh bersaing merebut hati rakyat. Tak heran jika mereka rela mengeluarkan dana habis-habisan demi dikenal dan dipilih rakyat.
Sudah barang tentu dari segi pendanaan alias permodalan, peluang yang cukup besar bagi para pengusaha untuk ikut serta dalam kancah perpolitikan saat ini, terutama menjadi seorang caleg. Kesempatan yang amat luas bagi para pengusaha tepatnya pebisnis untuk melirik dan membuka peluang bisnis di kursi legeslatif. Hal ini bisa dibuktikan dengan menjamurnya caleg-caleg dari para pengusaha di pemilu 2009 ini. Mulai dari pengusaha butik hingga usaha di bidang teknologi informasi berbondong-bondong “melirik senayan”.
Lantas mengapa para pengusaha tersebut beramai-ramai berputar haluan ke senayan? Apakah senayan dianggap sebagai ladang yang menjanjikan keuntungan bisnis bagi para pengusaha?. Dari beberapa pernyataan para pengusaha tersebut, ternyata mereka memiliki berbagai keiginan yang masing-masing memiliki tujuan yang berbeda pula. Selain ingin memperbaiki kondisi bangsa, ternyata adapula pengusaha yang hijrah ke dunia politik karena sedang mencoba peruntungan baru di sana, seperti mencari kekuasaan, sebab bisnis bisa nyungsep jika tidak ditopang tangan kekuasaan, ungkap Tan fu yong, salah satu caleg yang berlatar belakang pengusaha. Selain itu, ada pula yang ingin menurunkan pajak, karena selama ini pemerintah mengenakan pajak yang tinggi pada usaha mereka. Bahkan adapula yang ingin memperluas jaringan bisnisnya, karena selama ini antara ekonomi dan politik saling bertaut. Kuat secara politk maka kuat pula secara bisnis.
Sepertinya memang politik saat ini tidak bisa terlepas dari yang namanya “uang”. Sehingga tidak bisa disalahkan jika politik saat ini disebut “money Politik” alias politik uang. Karena tisdak ada salah satu aktivitasnya yang tidak memerankan uang. Para pemilik dana/ modal-lah yang merajai “kekaisaran politik” saat ini. Sudah barang tentu hal ini bukan sesuatu yang aneh ketika hidup dalam penerapan sistem kapitalis, para kapitalis-lah yag sangat mendominasi. Siapa yang kuat dalam “modal” alias uang, maka ia-lah yang berkuasa.
Lantas, bagaimana nasib negeri ini jika realita pemilihan wakil rakyat seperti itu? Apakah untuk mencari dukungan rakyat, sebuah parpol cukup hanya dengan penyedia peserta kampanye dengan upah Rp.50.000 atau hanya sebuah kaos dan stiker? Apakah hanya dengan cara itu hati rakyat bisa terikat? Apakah semua dana yang dikeluarkan hingga milliaran rupiah dari para caleg itu “ikhlas” begitu saja mereka berikan atau malah ada maksud “besar” dibalik semua itu? Apakah dengan caleg-caleg dari pengusaha lantas bisa memakmurkan rakyat? Jawabannya tentu TIDAK!
Rakyat yang sudah cerdas politik sebenarnya sudah “sangat bosan” dengan “umbu-bumbu pemanis dan penyedap” ini. Karena tiap kali akan pemilu, hal serupa selalu saja menjadi pemandangan yang menghiasi. Janji-janji politik hingga “bagi-bagi” uang selalu saja disodorkan oleh para peserta pemilu untuk menggaet hati rakyat agar memilih caleg dari partainya. Dana yang keluar baik dari kocek pribadi maupun dari berbagai sumbangan bukanlah wujud dari kemurahan hati dari para caleg, namun merupakan salah satu modal bisnis mereka di kancah politik. Bagi seorang pebisnis, apapun yang keluar darinya mesti menguntungkn bisnisnya. Sudah barang tentu akan ada kompensasi politik jika ia terpilih.
Alih-alih memakmurkan rakyat, untuk sekedar memikirkan saja mungkin belum tentu mereka sempat. Yang ada malah memikirkan bagaimana meraup sebesar-besarnya dari peluang bisnis barunya ini. Bukan berarti ketika para pengusaha duduk di legeslatif lantas rakyat akan sejahtera. Tolak ukur atau indicator keberhasilan wakil rakyat bisa menyuarakan kepentingan rakyat yang pada akhirnya bisa merubah kehidupan rakyat menjadi sejahtera bukanlah dilihat apakah wakil rakyat berasal dari para pengusaha, akan tetapi dilihat dari berhasil atau tidaknya mereka mengurusi urusan rakyat.
Islam memandang bahwa parpol merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai, cita-cita dan tujuan yang sama dalam mengurusi urusan rakyat.. bukan untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka sebagaimana parpol pada era sekarang ini. Parpol yang sesungguhnya adalah parpol yang terus-menerus melakukan pembinaan kepada para anggotanya sehingga memiliki pemikiran, perasaan, pendapat dan keyakinan yang sama, sehingga orientasi, nilai, cita-cita dan tujuannya pun sama. Mereka menjadi SDM yang siap untuk menerapkan syari’ah islam. Pada saat yang sama, ikatan yang menyatukan mereka bukan kepentingan atau uang, melainkan akidah islamiyah.
Jumat, 13 Maret 2009
Rabu, 11 Maret 2009
YANG TERLUPA DARI Maulid Rasulullah

Kembali umat Islam berada dalam bulan Rabiul Awwal. Yang merupakan bulan istimewa. karena pada bulan inilah Baginda Rasulullah Muhammad saw. lahir, tepatnya 12 Rabiul Awwal. Karena itulah, sebagian Muslim memandang penting untuk memperingati hari kelahiran (maulid) beliau, tentu bukan semata-mata karena kelahiran beliau sebagai seorang manusia. Sebab, meski Muhammad saw. memiliki keistimewaan nasab dan akhlak terpuji, dari sisi kemanusiaan, beliau sama dengan manusia lainnya.
Dalam posisinya sebagai manusia, kelahiran Muhammad saw. pun sama dengan lahirnya kebanyakan manusia lainnya saat itu. Jadi, kalaupun hingga hari ini umat Islam memperingati hari kelahiran beliau setiap tahun, tentu karena posisinya yang sangat istimewa sebagai rasul (pembawa risalah/syariah) Allah SWT. Sikap ini muncul dari rasa cinta (mahabbah) yang mendalam terhadap beliau dalam posisinya sebagai pengemban wahyu/risalah, yang tidak lain merupakan syariah-Nya untuk diberlakuan atas umat beliau.
keagungan Baginda Nabi Muhammad saw. terletak pada ‘akhlak’-nya, sementara ‘akhlak’ beliau adalah al-Quran itu sendiri. Dengan kata lain, keagungan akhlak Baginda Nabi saw. adalah cerminan dari keagungan al-Quran, karena memang seluruh budi-pekerti/perilaku Rasulullah saw. mencerminkan seluruh isi al-Quran. memuliakan dan mengagungkan Rasulullah saw. sebagai Amotif sebagian kaum Muslim dalam memperingati Maulid Nabi saw. sejatinya tidak lain adalah memuliakan dan mengagungkan al-Quran.Baginda Nabi saw. memiliki akhlak al-Quran karena beliau mengamalkan seluruh isi al-Quran dan menerapkan hukum-hukumnya, baik terkait dengan perkara akidah (keimanan), ibadah (shalat, shaum, zakat, haji, dll), muamalah (sosial, pendidikan, politik, pemerintahan, keamanan, dll) maupun ‘uqûbât (hukum dan peradilan). Hanya menjadikan al-Quran sekadar sebagai kitab bacaan bukanlah sikap mengagungkan al-Quran. Hanya mengamalkan sebagian kecil isi al-Quran (misalnya hanya dalam perkara akidah, ibadah dan akhlak saja), bukan pula sikap mengagungkan al-Quran. Sikap demikian justru mengkerdilkan keagungan al-Quran, yang berarti mengkerdilan keagungan Nabi Muhammad saw. sebagai representasi al-Quran.
Anehnya, disadari atau tidak, sikap itulah yang selama ini ditunjukkan oleh sebagian besar umat Islam saat ini. Hal itu terjadi seiring dengan Peringatan Maulid Nabi saw. yang setiap tahun dilaksanakan oleh sebagian kaum Muslim. Berbagai ceramah dan tablig yang disampaikan dalam Peringatan Maulid Nabi saw. dari mulai di mushala-mushala kecil di pinggir kampung hingga di istana negara di ibukota hanya berisi pesan-pesan yang justru mengkerdilkan keagungan Baginda Nabi Muhammad saw. dan kebesaran al-Quran yang dibawanya, bukan mengagungkan keduanya. Bagaimana tidak! Yang sering diserukan oleh mereka hanyalah seruan untuk meneladani akhlak Rasulullah saw. secara pribadi, atau paling banter dalam kapasitasnya sebagai pemimpin rumah tangga. Rasulullah saw. sebagai pemimpin negara/kepala pemerintahan yang menerapkan syariah Islam secara total dalam kehidupan masyarakat—jarang sekali diungkap; seolah-olah hal demikian tidak layak untuk diteladani oleh umat Islam.
Sebentar lagi, bangsa Indonesia bakal mengikuti Pemilu 2009, yang tidak lain ditujukan untuk memilih para calon pemimpin yang baru, baik yang duduk di pemerintahan (eksekutif) maupun di DPR (legislatif).Dalam pandangan syariah, memilih pemimpin bagi kaum Muslim termasuk ke dalam kewajiban kolektif (fardhu kifayah). berbicara tentang kepemimpinan seharusnya tidak hanya terbatas pada sosok orangnya, tetapi juga sistem pemerintahan. Rasulullah saw., misalnya, selain sebagai pengemban risalah, adalah juga seorang kepala Negara Islam (Daulah Islamiyah). Sistem pemerintahan yang beliau jalankan tidak lain adalah sistem pemerintahan Islam yang berdasarkan syariah Islam. mengangkat sekaligus membaiat khalifah pun tidak terlepas dari kedua aspek ini: sosok pemimpin dan sistem pemerintahan yang dijalankannya. Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka adalah sosok para pemimpin Kekhilafahan Islam. Khilafah Islam tidak lain adalah sistem pemerintahan yang didasarkan pada syariah Islam, yang dicirikan dengan penerapan syariah Islam itu secara total dalam segala aspek kehidupan masyarakat dan bernegara
Jika memang demikian model kepemimpinan Baginda Nabi Muhammad saw., maka sudah seharusnya umat Islam saat ini pun mencontohnya, sebagai upaya untuk ‘menyempurnakan’ upaya takrim[an] wa ta’zhim[an] terhadap beliau.
(dimuat oleh : detikcom, senin 16/3/09)
Jumat, 06 Maret 2009
iri anna
Ya Allah, anna lemah
anna tak berdaya ya Allah.
hanya Engkau yng mha kuat ya Aziz..
ya Allah...
anna iri ya Allah, akan ibadah mereka,
anna iri akan senyum ikhlas mereka,
anna iri akan jejak lngkah mereka...
anna iri ya rabbiii...
anna tak berdaya ya Allah.
hanya Engkau yng mha kuat ya Aziz..
ya Allah...
anna iri ya Allah, akan ibadah mereka,
anna iri akan senyum ikhlas mereka,
anna iri akan jejak lngkah mereka...
anna iri ya rabbiii...
Langganan:
Postingan (Atom)