Kamis, 19 Maret 2009

SENAYAN YANG MENJANJIKAN

Kampanye terbuka pemilu legislatif 2009 sudah dimulai sejak 16 maret kemarin. Memasuki kampanye tersebut di berbagai daerah seperti di Ternate Maluku utara sebagaimana yang diberitakan (republika,17/3/09) banyak bermuculan penyedia peserta kampanye dengan upah Rp.50.000 per orang per hari. Bahkan hingga lebih dari Rp.50.000 perorang perhari serta menyediakan kaos dan uang makan.

Munculnya penyedia peserta kampanye tersebut berkaitan dengan banyaknya parpol yang melakukan kampaye terbuka, namun terdapat parpol yang kesulitan mencari masa untuk mengikuti atau dilibatkan dalam kampanye yang pada akhirnya diharapkan mendukung partai tersebut, oleh karena itu salah satu solusinya adalah dengan cara mencari orang dari penyedia peserta kampanye.

Berbicara dana terkait kampanye terbuka ini, sejumlah calon anggota legeslatif untuk DPR mengaku sudah mengeluarkan dana kampanye ratusan hingga milliaran rupiah. Baik itu dirogoh dari kantong pribadi masing-masing Caleg maupun yang diperoleh dari sumbangan Yang sebagian besar digunakan untuk pembelian atribut dan operasional kampanye, sebagaimana diungkap oleh Nur kholisoh salah satu caleg dari salah satu partai besar jum’at (13/3) bahkan beberapa parpol juga telah menerima sumbangan dari berbagai pihak hingga ratusan juta rupiah, mulai dari kain bahan atribut hingga diskon stiker.

Perubahan cara penetapan caleg terpilih tidak diikuti dengan perubahan cara pelaporan dana kampanye. Meskipun para caleg DPR/DPRD menghabiskan dana cukup besar, tidak ada mekanisme yang mewajibkan mereka melaporkan dana kampanye ke KPU. Kewajiban tersebut hanya dibebankan kepada parpol dan calon anggota DPD sebagai peserta pemilu. Sistem penentuan caleg terpilih dengan suara terbanyak membuatnya harus bertarung deras dengan caleg lain karena nomor urutnya tidak berguna lagi. Sebanyak 38 partai politk plus enam partai Aceh bersaing merebut hati rakyat. Tak heran jika mereka rela mengeluarkan dana habis-habisan demi dikenal dan dipilih rakyat.

Sudah barang tentu dari segi pendanaan alias permodalan, peluang yang cukup besar bagi para pengusaha untuk ikut serta dalam kancah perpolitikan saat ini, terutama menjadi seorang caleg. Kesempatan yang amat luas bagi para pengusaha tepatnya pebisnis untuk melirik dan membuka peluang bisnis di kursi legeslatif. Hal ini bisa dibuktikan dengan menjamurnya caleg-caleg dari para pengusaha di pemilu 2009 ini. Mulai dari pengusaha butik hingga usaha di bidang teknologi informasi berbondong-bondong “melirik senayan”.

Lantas mengapa para pengusaha tersebut beramai-ramai berputar haluan ke senayan? Apakah senayan dianggap sebagai ladang yang menjanjikan keuntungan bisnis bagi para pengusaha?. Dari beberapa pernyataan para pengusaha tersebut, ternyata mereka memiliki berbagai keiginan yang masing-masing memiliki tujuan yang berbeda pula. Selain ingin memperbaiki kondisi bangsa, ternyata adapula pengusaha yang hijrah ke dunia politik karena sedang mencoba peruntungan baru di sana, seperti mencari kekuasaan, sebab bisnis bisa nyungsep jika tidak ditopang tangan kekuasaan, ungkap Tan fu yong, salah satu caleg yang berlatar belakang pengusaha. Selain itu, ada pula yang ingin menurunkan pajak, karena selama ini pemerintah mengenakan pajak yang tinggi pada usaha mereka. Bahkan adapula yang ingin memperluas jaringan bisnisnya, karena selama ini antara ekonomi dan politik saling bertaut. Kuat secara politk maka kuat pula secara bisnis.

Sepertinya memang politik saat ini tidak bisa terlepas dari yang namanya “uang”. Sehingga tidak bisa disalahkan jika politik saat ini disebut “money Politik” alias politik uang. Karena tisdak ada salah satu aktivitasnya yang tidak memerankan uang. Para pemilik dana/ modal-lah yang merajai “kekaisaran politik” saat ini. Sudah barang tentu hal ini bukan sesuatu yang aneh ketika hidup dalam penerapan sistem kapitalis, para kapitalis-lah yag sangat mendominasi. Siapa yang kuat dalam “modal” alias uang, maka ia-lah yang berkuasa.

Lantas, bagaimana nasib negeri ini jika realita pemilihan wakil rakyat seperti itu? Apakah untuk mencari dukungan rakyat, sebuah parpol cukup hanya dengan penyedia peserta kampanye dengan upah Rp.50.000 atau hanya sebuah kaos dan stiker? Apakah hanya dengan cara itu hati rakyat bisa terikat? Apakah semua dana yang dikeluarkan hingga milliaran rupiah dari para caleg itu “ikhlas” begitu saja mereka berikan atau malah ada maksud “besar” dibalik semua itu? Apakah dengan caleg-caleg dari pengusaha lantas bisa memakmurkan rakyat? Jawabannya tentu TIDAK!

Rakyat yang sudah cerdas politik sebenarnya sudah “sangat bosan” dengan “umbu-bumbu pemanis dan penyedap” ini. Karena tiap kali akan pemilu, hal serupa selalu saja menjadi pemandangan yang menghiasi. Janji-janji politik hingga “bagi-bagi” uang selalu saja disodorkan oleh para peserta pemilu untuk menggaet hati rakyat agar memilih caleg dari partainya. Dana yang keluar baik dari kocek pribadi maupun dari berbagai sumbangan bukanlah wujud dari kemurahan hati dari para caleg, namun merupakan salah satu modal bisnis mereka di kancah politik. Bagi seorang pebisnis, apapun yang keluar darinya mesti menguntungkn bisnisnya. Sudah barang tentu akan ada kompensasi politik jika ia terpilih.

Alih-alih memakmurkan rakyat, untuk sekedar memikirkan saja mungkin belum tentu mereka sempat. Yang ada malah memikirkan bagaimana meraup sebesar-besarnya dari peluang bisnis barunya ini. Bukan berarti ketika para pengusaha duduk di legeslatif lantas rakyat akan sejahtera. Tolak ukur atau indicator keberhasilan wakil rakyat bisa menyuarakan kepentingan rakyat yang pada akhirnya bisa merubah kehidupan rakyat menjadi sejahtera bukanlah dilihat apakah wakil rakyat berasal dari para pengusaha, akan tetapi dilihat dari berhasil atau tidaknya mereka mengurusi urusan rakyat.

Islam memandang bahwa parpol merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai-nilai, cita-cita dan tujuan yang sama dalam mengurusi urusan rakyat.. bukan untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka sebagaimana parpol pada era sekarang ini. Parpol yang sesungguhnya adalah parpol yang terus-menerus melakukan pembinaan kepada para anggotanya sehingga memiliki pemikiran, perasaan, pendapat dan keyakinan yang sama, sehingga orientasi, nilai, cita-cita dan tujuannya pun sama. Mereka menjadi SDM yang siap untuk menerapkan syari’ah islam. Pada saat yang sama, ikatan yang menyatukan mereka bukan kepentingan atau uang, melainkan akidah islamiyah.

Tidak ada komentar: